- Perkutut Putih
- perkutut ini merupakan primadona yang banyak dikejar-kejar orang, sebab selain sangat langka, perkutut putih ini diyakini bisa mendatangkan kekayaan bagi si pemilik atau si pemeliharanya. Warna bulunya seluruhnya putih, matanya merah, paruh kelabu kemerahan, kaki merah bergaris-garis hitam dan kuku berwarna putih. Perkutut ini biasanya dahulu hanya dimiliki oleh para Raja atau pemimpin. Perkutut ini juga diyakini dari hasil perkawinan In breed yaitu antar saudara sekandung yang berlangsung beberapa generasi sekitar 5 sampai 10 tahun lamanya. Jadi perkutut putih belum tentu anak-anaknya adalah putih, tetapi perkutut biasa yang membawa darah putih pada suatu ketika akan mempunyai keturunan berbulu putih. Konon karena langkanya biasanya sebelum dimiliki seseorang, perkutut putih datang lewat mimpi dengan rupa orang yang sudah tua, berambut serta berjenggot.
- Burung Perkutut Bali
- merupakan jenis burung yang memiliki ukuran kecil, bulunya berwarna abu-abu dan banyak di jadikan burung peliharaan dengan alasan suaranya indah dan merdu. Keberadaanya di Indonesia, khususnya di wilayah pulau bali kelestarianya mulai terancam punah. Burung Perkutut ini masih satu keluarga dengan Tekukur Biasa,dan juga Merpati.
Burung perkutut bangkok
Perkutut asal Thailand ini memiliki beberapa kelebihan jika di banding dengan perkutut lokal. Kelebihan perkutut bangkok antara lain lebih besar suaranya, juga bermental kuat sehingga lebih tangguh dan mudah beradaptasi ketika di lombakan.
Karena sebab itulah perkutut asal Thailand (bangkok) pun terangkat dan mulai merajai gelanggang kongkrus di Indonesia.
Dan sudah tidak bisa di pungkiri lagi bahwa perkutut juara(setidaknya 20 puluh tahun belakangan ini) pasti merupakan perkutut bangkok (setidaknya keturunan murni dan bukan silangan dengan perkutut lokal). Tidak masalah bahwa burung tersebut adalah perkutut import kelahiran asli thailand maupun produk peternak lokal yang sesungguhnya merupakan hasil ternakan dari indukan perkutut bangkok.
Yang jelas jika kita bicara tentang perkutut lokal menjadi juara adalah hal yang mustahil terjadi. Yang saya maksud sebagai perkutut lokal disini adalah perkutut asli indonesia yang belum ada campuran darah dengan perkutut bangkok seperti perkutut hasil tangkapan hutan.
Burung Perkutut di ”Vinckpasser”
Burung Perkutut di ”Vinckpasser”Pembantaian terhadap orang-orang China di Batavia pada 1740 membuat kaum pendatang yang disebelumnya sangat dimanjakan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon (JP) Coen terpukul. Mereka tidak bersedia lagi diajak menetap dalam benteng kota Batavia. Pokoknya: amit-amit tinggal di bawah kendali pejabat pemerintahan Kumpeni Belanda di dalam benteng di kota Batavia. Lebih baik keluar dan membuka lahan baru di luar tembok.Selain kawasan Glodok yang menjadi alternatif pilihan, orang-orang China yang sudah trauma dengan tentara Kumpeni Belanda tersebut kemudian memilih menetap di daerah Senen. Ketika itu, kebetulan ada rencana pengembangan daerah yang bernama Weltevreden. Kawasan Senen, termasuk dalam daerah pengembangan tersebut. Maka berbondong-bondonglah orang-orang China membangun pemukiman di kawasan Senen (kini masuk ke wilayah Jakarta Pusat yang dikenal sebagai Segi Tiga Senen yang belakangan berubah menjadi Plaza Atrium Senen).
Semasa Batavia dulu, Senen lebih dikenal karena Pasar Senen atau (Vinckepasser). Mungkin karena di situ ada pasar, maka orang-orang China yang merupakan keturunan sisa pembantaian pada 1740 itu beranak-pinak dan membangun rumah yang belakangan dikenal sebagai Pecinan.
Meski Pasar Senen sempat terbakar pada 9 Juli 1826, toh orang-orang China tetap tidak mau beranjak dari kawasan tersebut. Bisa jadi mereka menganggap hoki atau keberuntungan berada di daerah Senen tersebut.
Mereka pun mendirikan rumah ala China yang bercirikan gang-gang sempit. Bangunan bertingkat. Di lantai bawahnya dijadikan sebagai toko. Sedangkan di lantai atas disulap menjadi tempat tidur serta dapur untuk memasak, termasuk juga ruang tamu yang ala kadarnya itu.
Untuk mengawasi kawasan Pecinan, pemerintah Kumpeni Belanda menunjuk seorang kapitan China yang dipercaya untuk maksud ”mengamankan” kaumnya dari tindakan yang dikhawatirkan dapat menganggu ketertiban di kota Batavia.
Salah satu kebiasan orang-orang China yang menetap di kawasan Pecinan Senen yakni memelihara burung perkutut. Sebagian besar orang-orang China yang tinggal di sebelah barat Pasar Senen (Vinckpasser) lebih banyak memelihara burung perkutut ketimbang mereka yang tinggal di kawasan Segi Tiga Senen (kawasan Pecinan). Berbeda dengan yang berada di Pecinan, rumah-rumah orang-orang China di sana terbuat dari gedek.
Burung perkutut ditaruh di depan rumah dengan galah yang tinggi sekali untuk menggantung kurungan burung perkutut. Konon, dengan memelihara burung perkutut, orang-orang China ketika itu berkeyakinan bahwa mereka akan mendapat berkat, sekaligus kebahagian yang akan terus mengalir seperti air sungai.
Usai berdagang setiap sore hari, orang-orang China memberikan perhatian terhadap burung perkututnya. Secara pelan-pelan tali di galah ditarik. Bersamaan dengan itu, sangkar burung perkutut pun turun. Setelah itu, orang China pemelihara burung perkutut memberi makanan serta memandikannya. Aneh memang, tapi itu adalah sebuah kepercayaan.
Soal benar atau tidak bahwa dengan memelihara burung perkutut, rezeki bakal melimpah, tidak ada yang tahu. Namun yang pasti, di masa Batavia dulu pernah terjadi.
Terima kasih semoga bermanfaat saya mengambil postingan dari berbagai sumber.
Monday, October 6, 2014
Mengenal perkutut
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment